LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
AZDAWI@GMAIL.COM
Guru PP Madinatul Munawwarah BKT
LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81A TAHUN 2013
TENTANG
IMPLEMENTASI KURIKULUM
PEDOMAN PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN
I.
PENDAHULUAN
Indonesia
merupakan negara kepulauan yang
terdiri atas pulau besar dan kecil yang berjumlah sekitar 17.500. Penduduk Indonesia berdasarkan pada Sensus Penduduk tahun 2010 berjumlah lebih dari 238 juta jiwa.
Keragaman yang menjadi karakteristik
dan keunikan Indonesia adalah antara lain dari segi geografis, potensi sumber daya,
ketersediaan sarana dan prasarana, latar belakang
dan kondisi sosial budaya, dan berbagai keragaman lainnya
yang terdapat di setiap daerah. Keragaman tersebut selanjutnya melahirkan pula tingkatan kebutuhan dan tantangan pengembangan yang berbeda antar daerah dalam rangka meningkatkan mutu dan mencerdaskan
kehidupan masyarakat di setiap daerah.
Terkait dengan pembangunan pendidikan,
masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan
karakteristik daerah. Begitu pula
halnya dengan kurikulum sebagai
jantungnya pendidikan perlu dikembangkan dan
diimplementasikan secara kontekstual untuk merespon kebutuhan daerah, satuan
pendidikan, dan peserta didik.
Hal tersebut sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional:
1.
Pasal 36 Ayat (2) menyebutkan bahwa kurikulum pada semua jenjang
dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik.
2.
Pasal 36 Ayat (3)
menyebutkan bahwa kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan
takwa; (b) peningkatan akhlak mulia; (c) peningkatan
potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik; (d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; (e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; (f)
tuntutan dunia kerja; (g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
(h) agama; (i) dinamika perkembangan global; dan (j) persatuan nasional dan nilai-
nilai kebangsaan.
3. Pasal 38 Ayat (2) mengatur bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai
dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah
di bawah koordinasi dan supervisi dinas
pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk
pendidikan
dasar
dan
provinsi untuk pendidikan menengah.
Dari amanat undang-undang tersebut ditegaskan bahwa:
1.
Kurikulum dikembangkan secara berdiversifikasi dengan maksud
agar memungkinkan penyesuaian program
pendidikan pada
satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di
daerah serta peserta didik; dan
2. Kurikulum
dikembangkan dan
dilaksanakan di tingkat
satuan pendidikan.
Kurikulum operasional yang dikembangkan
dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan diwujudkan
dalam bentuk Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
II. TUJUAN PEDOMAN
Pedoman penyusunan
dan pengelolaan
Kurikulum Tingkat
Satuan
Pendidikan bertujuan untuk.
1. Menjadi acuan operasional bagi kepala sekolah dan guru dalam menyusun dan mengelola KTSP secara
optimal di satuan pendidikan.
2. Menjadi acuan
operasional bagi
dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan koordinasi dan supervisi penyusunan dan pengelolaan kurikulum di
setiap satuan pendidikan.
III. PENGGUNA PEDOMAN
Pedoman ini digunakan
dalam rangka penyusunan
dan pengelolaan KTSP
oleh:
1. kepala sekolah;
2. guru; dan
3. dinas pendidikan atau kantor kementerian agama provinsi dan
kabupaten/kota.
IV. DEFINISI OPERASIONAL
Beberapa istilah yang perlu dijelaskan dalam pedoman
ini adalah sebagai berikut:
1.
Visi sekolah merupakan cita-cita
bersama pada masa mendatang dari
warga sekolah/madrasah, yang dirumuskan berdasarkan masukan dari seluruh warga sekolah/madrasah.
2.
Misi merupakan sesuatu yang harus diemban atau harus dilaksanakan sebagai penjabaran visi yang telah ditetapkan dalam kurun waktu
tertentu untuk menjadi rujukan
bagi penyusunan program pokok
sekolah/madrasah, baik jangka pendek dan
menengah maupun jangka panjang, dengan berdasarkan
masukan dari seluruh warga satuan pendidikan.
3.
Tujuan pendidikan sekolah
merupakan gambaran tingkat kualitas yang akan dicapai oleh setiap sekolah
dengan mengacu pada karakteristik dan/atau keunikan setiap satuan
pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4.
Pengembangan diri merupakan kegiatan
yang memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri melalui berbagai kegiatan ekstrakurikuler.
V. KOMPONEN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN A. Visi, Misi, dan Tujuan Pendidikan Satuan Pendidikan
1. Visi mendeskripsikan cita-cita yang hendak dicapai oleh satuan pendidikan.
2.
Misi mendeskripsikan indikator-indikator yang harus dilakukan melalui rencana tindakan dalam
mewujudkan visi
satuan pendidikan.
3.
Tujuan pendidikan mendeskripsikan hal-hal yang
perlu diwujudkan sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan.
B. Muatan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Muatan KTSP terdiri atas muatan kurikulum pada tingkat nasional,
muatan kurikulum pada
tingkat daerah,
dan muatan kekhasan satuan pendidikan.
1. Muatan
Kurikulum pada Tingkat Nasional
Muatan kurikulum pada tingkat nasional yang dimuat dalam KTSP
adalah sebagaimana yang diatur dalam
ketentuan:
a.
untuk SD/MI mengacu
pada Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 67 Tahun 2013 tentang Kerangka
Dasar dan Struktur Kurikulum
SD/MI;
b.
untuk SMP/MTs mengacu
pada Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor
68
Tahun 2013
tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/MTs;
c. untuk SMA/MA mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Nomor
69
Tahun 2013
tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA;
d.
untuk SMK/MAK mengacu pada
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor
70
Tahun 2013
tentang
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK;
2. Muatan
Kurikulum pada Tingkat Daerah
Muatan kurikulum pada tingkat daerah yang dimuat dalam
KTSP terdiri atas sejumlah bahan kajian dan pelajaran dan/atau mata pelajaran muatan lokal yang
ditentukan oleh daerah yang bersangkutan. Penetapan muatan lokal
didasarkan pada kebutuhan dan kondisi setiap daerah, baik
untuk provinsi maupun kabupaten/kota.
Muatan lokal yang berlaku untuk seluruh wilayah provinsi
ditetapkan dengan peraturan gubernur. Begitu
pula halnya, apabila muatan lokal yang
berlaku untuk seluruh wilayah kabupaten/kota ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota.
3. Muatan
Kekhasan Satuan Pendidikan
Muatan kekhasan satuan pendidikan berupa bahan kajian dan
pelajaran dan/atau mata pelajaran
muatan lokal serta program
kegiatan yang ditentukan oleh satuan
pendidikan yang bersangkutan dengan
mempertimbangkan kebutuhan peserta didik.
C. Pengaturan Beban Belajar
1. Beban
belajar dalam KTSP diatur dalam bentuk sistem paket atau
sistem kredit semester.
a. Sistem Paket
Beban belajar dengan sistem paket sebagaimana diatur dalam struktur kurikulum setiap
satuan pendidikan merupakan pengaturan
alokasi waktu untuk setiap mata pelajaran yang terdapat pada semester gasal
dan genap dalam satu tahun ajaran. Beban belajar pada sistem paket terdiri atas pembelajaran tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri.
b. Sistem Kredit Semester
Sistem Kredit Semester
(SKS) diberlakukan hanya untuk SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. Beban belajar setiap mata pelajaran pada SKS dinyatakan dalam satuan kredit semester (sks). Beban belajar 1 (satu) sks terdiri atas 1 (satu)
jam pembelajaran tatap muka, 1 (satu)
jam penugasan terstruktur, dan 1
(satu) jam kegiatan mandiri.
2. Beban
belajar tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri.
a. Sistem Paket
Beban
belajar penugasan terstruktur
dan kegiatan mandiri
pada satuan pendidikan yang menggunakan Sistem Paket yaitu
0%-40% untuk SD/MI, 0%-50%
untuk SMP/MTs, dan 0%-60% untuk
SMA/MA/SMK/MAK dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran
yang bersangkutan. Pemanfaatan alokasi waktu tersebut mempertimbangkan potensi dan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
b. Sistem Kredit
Beban belajar tatap
muka, penugasan terstruktur,
dan kegiatan mandiri pada satuan pendidikan yang menggunakan Sistem Kredit
Semester (SKS) mengikuti aturan sebagai berikut:
1) Satu sks pada SMP/MTs terdiri atas:
40 menit tatap
muka,
20
menit penugasan terstruktur dan
kegiatan mandiri.
2)
Satu sks pada SMA/MA/SMK/MAK terdiri atas: 45 menit tatap muka dan 25 menit penugasan terstruktur dan
kegiatan mandiri.
3.
Beban
Belajar Kegiatan Praktik Kerja SMK
Beban belajar kegiatan praktik kerja di SMK diatur: (i) 2 (dua) jam
praktik di sekolah setara dengan 1 (satu) jam tatap muka, dan (ii)
4 (empat) jam praktik di dunia usaha dan industri
setara dengan 2
(dua) jam tatap muka.
4.
Beban
Belajar Tambahan
Satuan pendidikan dapat menambah beban belajar per minggu sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Konsekuensi penambahan beban belajar pada satuan
pendidikan menjadi tanggung jawab satuan pendidikan yang bersangkutan.
D.
Kalender
Pendidikan
Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan
jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender
pendidikan. Kalender pendidikan adalah pengaturan
waktu untuk kegiatan pembelajaran
peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif
belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
1. Permulaan Waktu Pelajaran
Permulaan waktu pelajaran di setiap satuan
pendidikan dimulai pada setiap awal tahun
pelajaran.
2. Pengaturan Waktu Belajar Efektif
a.
Minggu efektif belajar adalah
jumlah minggu
kegiatan
pembelajaran di luar waktu libur untuk
setiap tahun pelajaran pada setiap
satuan pendidikan.
b.
Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran
setiap minggu yang meliputi
jumlah jam pembelajaran untuk seluruh
mata pelajaran termasuk muatan
lokal (kurikulum tingkat daerah), ditambah jumlah jam untuk kegiatan lain yang
dianggap penting oleh satuan pendidikan.
3. Pengaturan Waktu Libur
Penetapan waktu libur dilakukan dengan mengacu pada
ketentuan yang berlaku tentang hari libur, baik nasional maupun daerah. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran,
hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari
besar nasional, dan hari libur khusus.
Alokasi waktu
minggu efektif belajar,
waktu libur, dan kegiatan lainnya tertera pada Tabel berikut ini.
Tabel 1: Alokasi Waktu
pada Kalender Pendidikan
NO
|
KEGIATAN
|
ALOKASI WAKTU
|
KETERANGAN
|
1.
|
Minggu efektif belajar
|
Minimum 34 minggu dan maksimum 38 minggu
|
Digunakan untuk kegiatan pembelajaran efektif pada
setiap satuan pendidikan
|
2.
|
Jeda tengah semester
|
Maksimum 2 minggu
|
Satu
minggu setiap semester
|
3.
|
Jeda antar semester
|
Maksimum 2 minggu
|
Antara
semester I dan II
|
4.
|
Libur akhir tahun pelajaran
|
Maksimum 3 minggu
|
Digunakan
untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun pelajaran
|
5.
|
Hari libur keagamaan
|
2
– 4 minggu
|
Daerah
khusus yang memerlukan libur keagamaan lebih panjang dapat mengaturnya
sendiri tanpa mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran
efektif
|
NO
|
KEGIATAN
|
ALOKASI WAKTU
|
KETERANGAN
|
6.
|
Hari libur umum/nasional
|
Maksimum 2 minggu
|
Disesuaikan
dengan
Peraturan Pemerintah
|
7.
|
Hari libur khusus
|
Maksimum 1 minggu
|
Untuk
satuan pendidikan sesuai dengan ciri kekhususan masing-masing
|
8.
|
Kegiatan khusus sekolah/madras ah
|
Maksimum 3 minggu
|
Digunakan
untuk kegiatan yang diprogramkan secara khusus oleh sekolah/madrasah tanpa
mengurangi jumlah minggu efektif belajar dan waktu pembelajaran efektif
|
VI. MEKANISME PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN
A. Tahapan Penyusunan
Penyusunan KTSP merupakan bagian dari kegiatan perencanaan
sekolah/madrasah. Kegiatan ini dapat berbentuk
rapat kerja dan/atau lokakarya
sekolah/madrasah dan/atau kelompok sekolah/madrasah
yang diselenggarakan sebelum tahun pelajaran baru.
Tahap kegiatan
penyusunan KTSP secara garis besar meliputi: (i) perumusan visi dan misi berdasarkan analisis konteks
dengan tetap mempertimbangkan
keunggulan dan kebutuhan nasional dan daerah; penyiapan dan penyusunan
draf; riviu, revisi, dan
finalisasi; pemantapan dan penilaian; serta
pengesahan. Langkah yang lebih rinci dari masing-masing kegiatan diatur dan diselenggarakan
oleh tim pengembang kurikulum sekolah.
B.
Prinsip-prinsip Penyusunan
Dalam menyusun KTSP perlu
memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Peningkatan Iman, Takwa, dan Akhlak
Mulia
Iman,
takwa, dan akhlak mulia menjadi
dasar pembentukan kepribadian peserta
didik secara utuh. KTSP disusun agar semua mata
pelajaran dapat menunjang
peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia.
2. Kebutuhan Kompetensi Masa Depan
Kemampuan peserta didik yang diperlukan yaitu antara lain
kemampuan berkomunikasi, berpikir kritis dan kreatif dengan mempertimbangkan
nilai dan moral Pancasila agar menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab, toleran dalam keberagaman, mampu hidup dalam masyarakat global, memiliki minat luas dalam kehidupan dan kesiapan untuk bekerja,
kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya, dan peduli terhadap lingkungan. Kurikulum harus mampu menjawab tantangan ini
sehingga perlu mengembangkan kemampuan-kemampuan ini dalam proses pembelajaran.
3.
Peningkatan Potensi, Kecerdasan, dan
Minat
sesuai
dengan
Tingkat Perkembangan dan Kemampuan Peserta Didik
Pendidikan merupakan
proses sistematik untuk meningkatkan martabat manusia secara holistik
yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif,
psikomotor) berkembang secara optimal. Sejalan dengan itu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi,
tingkat perkembangan, minat, kecerdasan
intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik
peserta didik.
4.
Keragaman
Potensi dan Karakteristik Daerah dan
Lingkungan
Daerah memiliki keragaman
potensi, kebutuhan, tantangan, dan karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari.
Oleh karena itu, kurikulum perlu memuat keragaman tersebut untuk menghasilkan lulusan yang relevan
dengan kebutuhan pengembangan daerah.
5.
Tuntutan Pembangunan Daerah dan Nasional
Dalam era otonomi
dan desentralisasi, kurikulum adalah salah satu media pengikat
dan
pengembang keutuhan bangsa
yang
dapat mendorong partisipasi masyarakat dengan tetap mengedepankan wawasan nasional. Untuk itu, kurikulum perlu
memperhatikan keseimbangan antara kepentingan daerah dan nasional.
6.
Tuntutan Dunia Kerja
Kegiatan pembelajaran harus dapat mendukung tumbuh
kembangnya pribadi peserta didik yang berjiwa kewirausahaan dan mempunyai kecakapan hidup. Oleh sebab itu,
kurikulum perlu memuat
kecakapan hidup untuk membekali peserta
didik memasuki dunia kerja.
Hal ini
sangat penting terutama
bagi satuan pendidikan kejuruan dan peserta didik yang
tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
7.
Perkembangan
Ilmu
Pengetahuan, Teknologi, dan
Seni
Pendidikan perlu mengantisipasi
dampak global yang membawa masyarakat
berbasis pengetahuan di mana
IPTEKS sangat
berperan sebagai penggerak utama perubahan. Pendidikan harus terus menerus melakukan
adaptasi dan penyesuaian perkembangan IPTEKS sehingga tetap relevan dan kontekstual
dengan perubahan. Oleh karena itu, kurikulum harus dikembangkan secara berkala dan berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
8.
Agama
Kurikulum dikembangkan untuk
mendukung peningkatan iman, taqwa,
serta akhlak mulia dan tetap memelihara toleransi dan kerukunan umat beragama.
Oleh karena itu, muatan kurikulum semua matapelajaran ikut mendukung
peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia.
9.
Dinamika
Perkembangan Global
Kurikulum menciptakan kemandirian, baik pada individu maupun bangsa, yang sangat
penting ketika dunia digerakkan oleh pasar bebas. Pergaulan antarbangsa yang
semakin dekat memerlukan individu yang mandiri dan mampu bersaing serta
mempunyai kemampuan untuk hidup berdampingan dengan
suku dan bangsa lain.
10. Persatuan Nasional dan Nilai-Nilai Kebangsaan
Kurikulum diarahkan untuk membangun karakter dan wawasan
kebangsaan peserta didik yang menjadi landasan
penting bagi upaya memelihara
persatuan dan kesatuan
bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Oleh karena itu, kurikulum harus menumbuhkembangkan wawasan dan sikap
kebangsaan serta persatuan
nasional untuk
memperkuat keutuhan bangsa
dalam wilayah NKRI.
11. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Setempat
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya
masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya
setempat ditumbuhkan terlebih dahulu
sebelum mempelajari budaya dari
daerah dan bangsa lain.
12. Kesetaraan Jender
Kurikulum diarahkan kepada pengembangan sikap dan perilaku yang
berkeadilan dengan memperhatikan kesetaraan jender.
13. Karakteristik Satuan Pendidikan
Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kondisi
dan ciri khas satuan
pendidikan.
C.
Mekanisme
Pengelolaan
KTSP dikelola berdasarkan prinsip-prinsip
sebagai berikut.
1. Berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya
Kurikulum dikembangkan
berdasarkan prinsip
bahwa peserta didik memiliki posisi
sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk
mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan. Memiliki posisi sentral
berarti bahwa kegiatan pembelajaran harus berpusat pada peserta didik.
2.
Beragam
dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kebutuhan
nasional sesuai tujuan
pendidikan, keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis
pendidikan, serta menghargai dan
tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender.
Kurikulum meliputi substansi
komponen muatan wajib
dan muatan lokal.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi
dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni berkembang
secara
dinamis.
Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk
mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
4.
Relevan
dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum satuan pendidikan dilakukan dengan
melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi
pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan
kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum perlu
memperhatikan keseimbangan antara hard skills dan soft skills
pada setiap kelas antarmata pelajaran,
dan memperhatikan kesinambungan hard
skills dan soft skills antarkelas.
5.
Menyeluruh
dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi (sikap, pengetahuan, dan
keterampilan), bidang kajian keilmuan
dan mata pelajaran yang direncanakan
dan disajikan secara berkesinambungan antar jenjang pendidikan.
6.
Belajar
sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan pada
proses pengembangan, pembudayaan, dan
pemberdayaan kemampuan peserta didik untuk belajar sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan
antara unsur-unsur pendidikan formal,
nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan
lingkungan yang selalu berkembang
serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
7.
Seimbang
antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan
daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional
dan daerah saling mengisi dan
memberdayakan sejalan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika
dalam kerangka NKRI.
VII. PIHAK YANG TERLIBAT
KTSP dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap
kelompok atau satuan pendidikan dan
Komite Sekolah/Madrasah di
bawah koordinasi dan supervisi dinas
pendidikan atau kantor
kementerian
agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan dinas pendidikan atau kantor wilayah kementerian agama provinsi untuk pendidikan menengah.
a. Tim penyusun
KTSP pada SD, SMP, SMA dan SMK terdiri
atas: guru, konselor, dan kepala sekolah
sebagai ketua
merangkap anggota.
Dalam kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun melibatkan komite sekolah, nara sumber,
dan pihak lain yang terkait. Koordinasi
dan supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung
jawab di bidang pendidikan tingkat kabupaten/kota untuk SD dan SMP dan dinas
yang bertanggung jawab
di bidang pendidikan di tingkat
provinsi untuk SMA dan SMK.
b. Tim penyusun KTSP pada MI, MTs, MA dan MAK terdiri atas: guru,
konselor, dan kepala madrasah
sebagai ketua merangkap anggota.
Dalam kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun
melibatkan komite madrasah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait. Koordinasi dan supervisi dilakukan
oleh
kementerian yang
menangani urusan pemerintahan di bidang agama.
c. Tim penyusun
KTSP pada pendidikan khusus (SDLB, SMPLB, dan SMALB) terdiri atas: guru, konselor, dan kepala sekolah
sebagai ketua merangkap anggota. Dalam kegiatan penyusunan KTSP, tim penyusun melibatkan komite sekolah, nara sumber, dan pihak lain yang terkait.
Koordinasi dan supervisi dilakukan oleh
dinas
provinsi yang bertanggung jawab di bidang
pendidikan.
VIII. PENUTUP
Demikian Pedoman ini disusun sebagai acuan operasional dalam penyusunan dan pengelolaan KTSP oleh satuan pendidikan. Dengan adanya KTSP tersebut, satuan pendidikan dapat mengatur implementasi Kurikulum 2013 ke dalam tataran teknis secara fleksibel, terutama pada aspek pembelajaran.
MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,
MOHAMMAD
NUH
Telah diperiksa dan disetujui
oleh:
Karo
Hukor
|
Kepala
Balitbang
|
Plt. Dirjen
Dikdas
|
Dirjen
Dikmen
|
Sesjen
|
|
|
|
|
|
11
Komentar
Posting Komentar