ZUHUD
Zuhud
Q.S
Di tengah tengan kehidupan yang serba
keduniaan dan materialis kini, zuhud barangkali sudah menjadi kata yang asing
dan aneh bagi kebanyakan orang, bahkan mungkinbagi sebahagian pengemban dakwah.
Bagi orang yang kaya yang biasa bergelimang harta dan kemewahan, hidup zuhud
tentu terasa aneh. Bagi orang yang miskin , hidup zuhud ( yang mereka anggab
hidup secara miskin) tentu amat dibenci. Tentu demikian jika zuhud diidentikan
dengan kefakiran atau kemiskinan.
Padahal zuhud tidaklah identic dengan hidup fakir atau hidup dalam keadaan miskin. Zuhud bukan berarti miskin harta. Zuhud tidak lain mengosongkan kalbu dari kecintaan terhadap harta. Nabi Sulaiman as. Sesungguhnya orang yang kaya harta dengan kebesaran kerajaannya, tetapi ia termasuk orang yang zuhud,” demikian kata Imam gazali ( Algazali,Ihya ‘Ulumuddin,jilid I hal 29)
Karena itu, zuhud sebetulnya bias
menjadi pakaian sekaligus perhiasan setiap muslim, baik yang kaya ataupun yang
miskin. Muslim yang kaya bias sekaligus menjadi orang zuhud saat ia tidak
disibukan oleh harta kekayaannya hingga melupakan Allah swt dan rasulNya.
Kekayaannya malah makin menambah ketaatan dirinya kepada Allah dan rasulnya. Ia
maki rajin beribadah, makin giat
berdakwah, makin besemangat dalam menginfakkan hartanya dijalan Allah swt.
Inilah yang ditunjukkan oleh generasi sahabat yang tergolong kaya seperti abu
Bakar ra.,Umar Bin Khatab ra,.Utsman Bin Affan ra,.Abdurrahman Bin Auf,. Mus’ab
Bin Umair ra.,dll. Meski mereka kaya raya, mereka tetaplahahli zikir ,ahli
Ibadah, dan giat berdakwah. Meskipun mereka kaya raya, mereka tidaklah
disibukan untuk terus menumpuk harta. Sebaliknya mereka maklah sibuk
menghabiskan hartanya mereka dijalan Allah. Pasalnya, bagi mereka, hidup kaya
tidak menjadikan mereka bangga. Mereka bahkan amat khawatir dengan kekayaan
mereka; Khawatir jika Allah swt telah menurunkan seluruh kenikmatan kepada
mereka itu didunia ini saja, sehingga tak tersisa lagi kenikmatan untuk mereka diakhirat.
Inilah yang menjadikan mereka “ Takut “ dengan bertumpukan harta, sehingga
dengan berbagai cara, merekamenghabiskan harta dijalan Allah swt.
Orang miskin bisa menjadi orang zuhud saat ia tidak “ disibukan” dengan
kemiskinannya. Kemiskinan tidak menjadi alas an penghalang bagi dirinya untuk
ta’at beribadah dan giat berdakwah. Bahkan meskipun miskin, ia tetap berusaha
untuk bersedekah, bias jadi dengan hartanya, kalau tidak mungkin ia berusaha bersedekah dengan tenaganya, atau
akal pikirannya, atau sekedar senumnya kepada sesame.
Sebaliknya orang kaya ataupun orang
yang miskin bisa jadi sama sama dihinggapi oleh penyakit hubbud dunya sesuatau yang berlawanan dengan sikap zuhud.
Tentu buruklah orang kaya yang mengidap penyakit hubbuddunya, sehingga
memalingkan ia dari ketaatan kepada Allah dan rasulNya. Namun lebih buruk lagi
jika orang miskin yang mengidap penyakit hubbuddunnya. Sudahlah miskin hidup di
dunya, ia tidak mau ber ibadah. Sudahlah hidup susah ia malas pula berdakwah.
Amat disayangkan, golongan yang terakhir ini pun banyak jumlahnya.
Muslim yang zuhud tentu memiliki
sejumlah tanda yang bisa dikenali. Imam Algazali setidaknya menyebut 3 ( tiga)
tanda zuhud ( alamat az-zuhud)
Pertama: Tidak terlalu
gembira atas harta yang ia miliki dan tidak bersedih hati atas harta yang tidak
ia miliki atau harta yang hilang dari dirinya. Ini sebagaimana firman Allah
dalam Alquran Surat Alhadid “ …agar
kalian tidak berduka atas apa yang hilang dari diri kalian dan tidak terlalu
gembira atas apa yang Allah berikan pada kalian. (QS 57:23).
Kedua
: Sama saja bagi dirinya pujian dan celaan manusia( pujian tidak membuat
dirinya bergembira). Celaan tidak membuat dirinya luka lara.
Ketiga : Perhatiannya
terbesar hanyalah kepada Allah swt. Ia senatiasa merasakan kelezatan dalam ketaatan kepada Allah swt
karena kalbunya tidak pernah kosong dari rasa cinta ( mahabbah) kepada-Nya(
ihya Ulumuddin, Jilid III/333)
Bagi seorang muslim, memang tidaklah mudah menjadi orang
zuhud ditengah kepungan atmosfir kehidupan yang materialistis dan godaan dunia
yang makin hedonis saat ini. Namun demikian, Imam Hasan Albasri telah
memberikan kepada kita “kunci zuhud “ ( bagi siapa yang mau membukanya.
Pertama: Selalu yakin
bahwa rezeki kita tak akan mungkin diambil orang lain sehingga hati kita selalu
merasa tenang.. Keyakinan seperti ini paling tidak akan melahirkan dua sikap:
1.
TAWAKAL. Tentu dibarengi dengan usaha secara optimal.
2.
TIDAK TAMAK. Dan Tidak Rakus akan harta.apalagi
ambisius mengejar kekayaan hingga sering
melalaikan kewajiban dan menempuh cara yang diharamkan oleh Islam, seperti manipulasi
dan korupsi.
Kedua : Selalu yakin
bahwa amal kita tak mungkin dikerjakan oleh orang lain. Keyakinan ini akan
selalu menyibukan diri kita untuk terus beramal yang tak kenal lelah, termasuk
amalan dakwah. Dengan demikian tak mungkinlah kita berdakwah disuruh suruh oleh
orang lain, sementara kalau tidak disuruh kita tidakakan berdakwah.
Ketiga :SElalu
yakin bahwa Allah pasti mengawasi kita.Keyakian
ini akan menjadikan kita selalu hati
hati dan waspada dari segala perbuatan dosa.Bahkan kita malu untuk berbuat dosa
meski dosa sekecil apapun. Sebab, bagi seorang muslim, sebagaimana dinyatakan
oleh Abu Nu’man dalam Hilyatul ‘awliya, “ masalahnya bukan kecilnya dosa, teapi
kepada siapa sesungguhnya ia berdosa. Tentu dosa besar atau kecil, hakikatnya
sama merupakan kemaksiatan kepada Allah swt.
Keempat : Selalu yakin
bahwa kematian adalah suatu kepastian. Keyakinan ini akan mendorong kita untuk
terus mempersiapkan bekal demi menghadap Allah swt.pada hari akirat nanti.
Zuhud sekilas tampak sebagai perkara sepele.Namun
jika kita renungkan , zuhud sebetulnya menyimpan energy positif yang luar biasa
bagi seorang muslim. Seorang muslim yang zuhud misalnya akan senantiasa
bersemangat dalam baribadah, antusias dalam bersedekah, dan giat dalam
berdakwah. Sebab,urusan dunia bagi dirinya bukan menjadi focus utama. Fokus
utamanya adalah akhirat dan urusan umat.
Sebaliknya, cinta dunia sebagai lawan
dari sikap zuhud, juga menyimpan energy luar biasa bagi seorang muslim, tentu
bukan positif , tetapi energy negative , enerni yang justru bias mematikan
hati( lihat ; Ibnu ‘Ajabah, Iqazh
Alhimam,Syarah matan alhikam,I/63).Jika
hati sudah mati ,ibadah tidak lagi terasa sedap,sedekah tak lagi terasa.lezat.dakwah
pun terasa tak lagi nikmat,malah mungkin
terasa berat.” Arif. B .Iskandar alihsan.
Komentar
Posting Komentar