Jihad Menurut Para Ulama Fikih
Pengertian Jihad Menurut Para Ulama
Eksekusi terhadap
Amrozi dkk, kembali menimbulkan perdebatan seputar pengertian jihad. Dari
kalangan kelompok liberal
menyempitkan makna jihad sebatas melawan hawa nafsu bahkan cendrung menolak makna jihad dalam pengertian perang. Berikut ini kami kumpulkan pengertian syari’ dari jihad menurut ulama yang tidak ada pengertian yang lain kecuali perang di jalan Allah SWT.
menyempitkan makna jihad sebatas melawan hawa nafsu bahkan cendrung menolak makna jihad dalam pengertian perang. Berikut ini kami kumpulkan pengertian syari’ dari jihad menurut ulama yang tidak ada pengertian yang lain kecuali perang di jalan Allah SWT.
(redaksi)
Para ulama tafsir,para fikih, ushul,
dan hadits mendefinisikan jihad dengan makna berperang di jalan Allah swt dan
semua hal yang berhubungan dengannya. Sebab, mereka memahami, bahwa kata jihad
memiliki makna syar’iy, dimana, makna ini harus diutamakan di atas makna-makna
yang lain (makna lughawiy dan ‘urfiy).
Madzhab Hanafi
Menurut mazhab Hanafi, sebagaimana yang
dinyatakan dalam kitab Badaa’i’ as-Shanaa’i’, “Secara literal, jihad
adalah ungkapan tentang pengerahan seluruh kemampuan… sedangkan menurut
pengertian syariat, jihad bermakna pengerahan seluruh kemampuan dan tenaga
dalam berperang di jalan Allah, baik dengan jiwa, harta, lisan ataupun yang
lain.[1]
Madzhab Maliki
Adapun definisi jihad menurut mazhab
Maaliki, seperti yang termaktub di dalam kitab Munah al-Jaliil, adalah perangnya
seorang Muslim melawan orang Kafir yang tidak mempunyai perjanjian, dalam
rangka menjunjung tinggi kalimat Allah Swt. atau kehadirannya di sana (yaitu
berperang), atau dia memasuki wilayahnya (yaitu, tanah kaum Kafir) untuk
berperang. Demikian yang dikatakan oleh Ibn ‘Arafah.[2]
Madzhab as Syaafi’i
Madzhab as-Syaafi’i, sebagaimana yang
dinyatakan dalam kitab al-Iqnaa’, mendefinisikan jihad dengan “berperang
di jalan Allah”.[3]
Al-Siraazi
juga menegaskan dalam kitab al-Muhadzdzab; sesungguhnya jihad itu
adalah perang.
Madzhab Hanbali
Sedangkan madzhab Hanbali, seperti yang
dituturkan di dalam kitab al-Mughniy, karya Ibn Qudaamah, menyatakan,
bahwa jihad yang dibahas dalam kitaab al-Jihaad tidak memiliki makna
lain selain yang berhubungan dengan peperangan, atau berperang melawan kaum
Kafir, baik fardlu kifayah maupun fardlu ain, ataupun dalam bentuk sikap
berjaga-jaga kaum Mukmin terhadap musuh, menjaga perbatasan dan celah-celah
wilayah Islam.
Dalam masalah ini, Ibnu Qudamah
berkata: Ribaath (menjaga perbatasan) merupakan pangkal dan cabang jihad.[4]
Beliau
juga mengatakan: Jika musuh datang, maka jihad menjadi fardlu ‘ain bagi
mereka… jika hal ini memang benar-benar telah ditetapkan, maka mereka tidak
boleh meninggalkan (wilayah mereka) kecuali atas seizin pemimpin (mereka).
Sebab, urusan peperangan telah diserahkan kepadanya.[5]
Abu Ishaq
Menurut Abu Ishaq, kata jihaad adalah
mashdar dari kata jaahada, jihaadan, wa mujaahadatan. Sedangkan mujaahid
adalah orang yang bersungguh-sungguh dalam memerangi musuhnya, sesuai dengan
kemampuan dan tenaganya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qathlu al-kufaar
khaashshatan (memerangi kaum kafir pada khususnya).[6]
Al Bahuuthiy
Al-Bahuuthiy dalam kitab al-Raudl
al-Marba’, menyatakan; secara literal, jihaad merupakan bentuk
mashdar dari kata jaahada (bersungguh-sungguh) di dalam memerangi
musuhnya. Secara syar’iy, jihaad bermakna qitaal al-kufaar (memerangi
kaum kafir). [7]
Al Dimyathiy
Al-Dimyathiy di dalam I’aanat
al-Thaalibin menyatakan, bahwa jihaad bermakna al-qithaal fi
sabiilillah; dan berasal dari kata al-mujaahadah. [8]
Imam Sarbiniy, di dalam kitab al-Iqnaa’ menyatakan, bahwa jihaad
bermakna al-qithaal fi sabiilillah wa ma yata’allaqu bi ba’dl ahkaamihi
(berperang di jalan Allah dan semua hal yang berhubungan dengan
hukum-hukumnya).[9]
Di dalam kitab Durr al-Mukhtaar, dinyatakan;
jihaad secara literal adalah mashdar dari kata jaahada fi
sabilillah (bersungguh-sungguh di jalan Allah). Adapun secara syar’iy, jihaad
bermakna al-du’aa` ila al-diin al-haqq wa qataala man lam yuqabbiluhu
(seruan menuju agama haq (Islam) dan memerangi orang yang tidak mau
menerimanya). Sedangkan Ibnu Kamal mendefinisikan jihaad dengan badzlu
al-wus’iy fi al-qitaal fi sabiilillah mubasyaratan au mu’awanatan bi maal au
ra’y au taktsiir yakhlu dzaalik (mencurahkan segenap tenaga di dalam perang
di jalan Allah baik secara langsung atau memberikan bantuan yang berujud
pendapat, harta, maupun akomodasi perang.[10]
Imam ‘Ilaa’ al-Diin
al-Kaasaaniy
Imam ‘Ilaa’ al-Diin al-Kaasaaniy, dalam
kitab Badaai’ al-Shanaai’, menyatakan; secara literal, jihaad
bermakna badzlu al-juhdi (dengan jim didlammah; yang artinya al-wus’u wa
al-thaaqah (usaha dan tenaga) mencurahkan segenap usaha dan tenaga); atau
ia adalah bentuk mubalaghah (hiperbolis) dari tenaga yang dicurahkan
dalam suatu pekerjaan. Sedangkan menurut ‘uruf syara’ , kata jihaad
digunakan untuk menggambarkan pencurahan usaha dan tenaga dalam perang di jalan
Allah swt, baik dengan jiwa, harta, lisan (pendapat).[11]
Abu al-Hasan
al-Malikiy
Abu al-Hasan al-Malikiy, dalam buku Kifaayat
al-Thaalib, menuturkan; menurut pengertian bahasa, jihaad diambil dari kata
al-jahd yang bermakna al-ta’ab wa al-masyaqqah (kesukaran dan
kesulitan). Sedangkan menurut istilah, jihaad adalah berperangnya seorang
Muslim yang bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah, atau hadir untuk
memenuhi panggilan jihaad, atau terjun di tempat jihaad; dan ia memiliki
sejumlah kewajiban yang wajib dipenuhi, yakni taat kepada imam, meninggalkan ghulul,
menjaga keamanan, teguh dan tidak melarikan diri.[12]
Imam Zarqaniy
Imam Zarqaniy, di dalam kitab Syarah
al-Zarqaniy menyatakan; makna asal dari kata jihaad (dengan huruf jim
dikasrah) adalah al-masyaqqah (kesulitan). Jika dinyatakan jahadtu
jihaadan, artinya adalah balaghtu al-masyaqqah (saya telah sampai
pada taraf kesulitan). Sedangkan menurut pengertian syar’iy, jihaad bermakna
badzlu al-juhdi fi qitaal al-kufaar (mencurahkan tenaga untuk memerangi
kaum kufar).[13]
(Syamsudin Ramadhan,
Lajnah Tsaqofiyah Hizbut Tahrir Indonesia)
Komentar
Posting Komentar