PONDOK PESANTREN ANTARA IDEOLOGI DAN TRANSFORMASI PENDIDIKAN


PONDOK PESANTREN  ANTARA IDEOLOGI DAN TRANSFORMASI PENDIDIKAN
Sebagai pijakan transformasi pendidikan perlu ditegaskan kembali substansi ideologi humanisme teosentris  pendidikan pesantren yang secara eksplisit membedakan dengan pendidikan lainnya. Mengenai manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan didasarkan atas pandangan nilai-nilai Ilahiyah dan insaniyah, begitu pula mengenai isi pendidikan di Pesantren secara aksiologis dan epistimologis mengacu pada paradigma tersebut.
PENDAHULUAN
PARADIGMA IDEOLOGI PENDIDIKAN PESANTREN

Istilah “ideology” pada dasarnya. digunakan dengan merujuk pengertiannya yang luas yaitu konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Implikasi penggunaan ideologi dalam pendidikan adalah keharusan adanya konsep cita-cita dan nilai-nilai yang secara eksplisit dirumuskan, dipercayai dan diperjuangkan; kedua, filsafat dan teori pendidikan lebih kental dengan muatan akademisnya sedangkan ideologi agak kurang tuntutan akademisnya, akan tetapi lebih diarah kepada aksi; ketiga, didalam benturan peradaban sebagai dampak globalisasi, terjadi pergumulan ideologi dunia. Sementara Islam yang sarat dengan nilai-nilai universal dan transedental seharusnya dapat ditawarkan sebagai paradigma ideologi alternatif. Terlebih lagi, pendidikan sebagai wahana sangat strategis dalam membangun peradaban alternatif perlu diformulasikan dengan pendekatan ideologis sehingga memiliki daya pengikat dan penggerak untuk aksi. Keempat, di tengah-tengah munculnya semangat Islam progresif saat ini yang berorientasi pada Islam liberal dan humanis perlu ada acuan yang bertolak dari nila-nilai dasar Islam yang sejatinya sangat humanis, sehingga semangat progresivisme dan liberalisme tidak kehilangan akar akidahnya.
Pada prinsipnya, yang dijadikan paradigma ideologi adalah prinsip-prinsip ajaran Islam yang bersifat universal, yaitu Humanisme-Teosentris. Implementasi ajaran ini dalam praktik kehidupan dan pendidikan dapat fleksibel atau luwes, selama substansinya tetap terpelihara, yaitu: menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagaimana hakikat ajaran Islam, sebagai agama fitrah, memang ditujukan untuk kebutuhan manusia itu sendiri.
BAB I
FORMAT IDEOLOGI PENDIDIKAN PESANTREN
Selain pada muamalah yang berkenaan dengan akidah (keimanan) dan ibadah khusus (mahdah) yang bersifat baku dan operasional, Islam hanya memberikan pedoman hidup yang bersifat fundamental dengan nilai-nilai transcedental yang sesuai dan menjadi kebutuhan hidup manusia. Dengan kata lain, nilai-nilai implementasinya sebagian besar diserahkan kepada manusia.
Akan halnya pendidikan, yang merupakan muamalah duniawiyah, maka secara fitrah telah menjadi tugas manusia untuk memikirkan dan mengembangkannya secara terus menerus, seirama dengan perubahan dan tantangan zaman. Ini menuntut para pendidik muslim untuk menyusun konsep pendidikan Islam yang relevan dengan perubahan zaman dan mampu menjawab setiap tantangan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam.
A. IDEOLOGI PENDIDIKAN PESANTREN
HUMANISME TEOSENTRIS SEBAGAI PARADIGMA IDEOLOGI PENDIDIKAN PESANTREN
Sejak awal abad 20 sampai sekarang humanisme merupakan konsep kemanusiaan yang sangat berharga karena konsep ini sepenuhnya memihak pada manusia, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dsan menfasitasi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia untuk memelihara dan menyempurnakan keberadaannya sebagai makhluk mulia. Demikian berharganya konsep ini humanisme ini, maka terdapat sekurang-kurangnya empat aliran penting yang mengklaim sebagai pemilik asli konsep humanisme, yaitu 1) Liberalisme Barat, 2) Marxisme, 3) Eksistensialisme, dan 4) Agama.
Keempatnya memiliki titik-titik kesepakatan mengenai prinsip-prinsip dasar kemanusiaan sebagai nilai universal. Dalam hal ini Ali Syari’ati mendeskripsi ke dalam tujuh prinsip, yaitu:
1) Manusia adaalah makhluk asli, artinya ia mempunyai substansi yang mandiri di antara makhluk-makhluk lain, dan memiliki esensi kemuliaan.
2) Manusia adalah mekhluk yang memiliki kehendak bebas yang merupakan kekuatan paling besar dan luar biasa . Kemerdekaan dan kebebasan memilih adalah dua sifat ilahiah yang merupakan ciri menonojol dalam diri manusia.
3) Manusia adalah makhluk yang sadar (berpikir) sebagai karakteristik manusia yang paling menonjol. Sadar berarti manusia dapat memahami realitas alam luar dengan kekuatan berpikir.
4) Manusia adalah makhluk yang sadar akan dirinya sendiri, artinya dia adalah makhluk hidup satu-satunya yang memuliki pengetahuan budaya dan kemampuan membangun perasadaban.
5) Manusia adalah makhluk kreatif, yang menyebabkan manusia mampu menjadikan dirinya makhluk sempurna di depan alam dan dihadapan tuhan.
6) Manusia makhluk yang punya cita-cita dan merindukan sesuatu yang ideal, artinya dia tidak menyerah dan menerima “apa yang ada”, tetapi selalu berusaha megubahnya menjadi “apa yang semestinya”.
7) Manusia adalah makhluk moral, yang hal ini berkaitan dengan masalah nilai (value).
Humanisme yang diangkat menjadi paradigma ideologi Islam pada dasarnya juga bertolak dari ketujuh prinsip dasar kemanusiaan tersebut yang implisit dalam konsep fitrah manusia. Namun demikian, humanisme dalam pandangan Islam tidak dapat dipisahkan dsari prinsip teosentrisme. Dalam hal ini, keimanan ”tauhid” sebagai inti ajaran Islam, menjadi pusat seluruh orientasi nilai. Namun perlu diperjelas, bahwa semua itu kembali untuk manusia yang dieksplisitkan dalam tujuan risalah Islam, Rahmatan lil ’alamin (rahmat bagi seluruh alam).
B. PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
Secara terminologis, dijabarkah bahwa rabba, ‘allama, addaba dapat ditemukan kata-kata atau istilah-istilah yang pengertiannya terkait dengan pendidikan, yaitu
Dalam bahasa Arab, kata-kata rabba, ‘allama, dan addaba tersebut di atas mengandung pengertian sebagai berikut :
a. Kata kerja rabba yang masdarnya tarbiyahtan memiliki beberapa arti, antara lain mengasuh, mendidik dan memelihara. Di samping kata rabba ada kata-kata yang serumpun dengannya yaitu rabba yang berarti memiliki, memimpin, memperbaiki, menambah. Rabba juga berarti tumbuh atau berkembang.
b. Kata kerja ‘allama yang masdarnya ta’liman berarti mengajar yang lebih bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan keterampilan.
Kata kerja addaba yang masdarnya ta’diban dapat diartikan mendidik yang secara sempit mendidik budi pekerti dan secara lebih luas meningkatkan peradaban. Muhammad Naqib Al-Attas dalam bukunya, konsep Pendidikan Islam, dengan gigih mempertahankan penggunaan istilah ta’dib untuk konsep pendidikan Islam, bukan tarbiyah, dengan alasan bahwa dalam istilah ta’dib , mencakup wawasan ilmu dan amal yang merupakan esensi pendidikan Islam.
Ketiga istilah tersebut (tarbiyah,ta’lim, dan ta’dib) merupakan satu kesatuan yang saling terkait artinya, bila pendidikan dinisbatkan kepada ta’dib ia harus melalui pengajaran (ta’lim) sehingga dengannya diperoleh ilmu. Agar ilmu dapat dipahami, dihayati, dan selanjutnya diamalkan oleh peserta didik perlu bimbingan (tarbiyah).
Istilah tarbiyah masdar dari rabba serumpun dengan akar kata rabb (Tuhan). Oleh karenanya tarbiyah yang berarti mendidik dan memelihara implisit di dalamnya istilah rabb(Tuhan) sebagai rabb al-‘alamin.
Berkenaan dengan masalah ini ‘Abdur-Rahman an-Nahlawi menjabarkan konsep at-tarbiyah dalam empat unsur:
1.                  Memelihara pertumbuhan fitrah manusia
2.                  Mengarahkan perkembangan fitrah manusia menuju kesempurnaannya.
3.                  Mengembangkan potensi insani (sumber daya manusia) untuk mencapai kualitas tertentu.
4.                  Melaksanakan usaha-usaha tersebut secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan anak.
Implikasi penggunaan istilah dan konsep tarbiyah dalam pendidikan Islam ialah :
1. Pendidikan bersifat humanis-teosentris artinya berorientasi pada fitrah dan kebutuhan dasar manusia, yang diarahkan sesuai dengan sunnah (skenario) tuhan “pencipta”.
2. Pendidikan bernilai ibadah karena tugas pendidikan merupakan bagian tugas dari kekhalifaannya, sedangkan pendidikan yang hakiki adalah Allah “Rabbul’alamin”.
3. Tanggung jawab pendidikan tidak hanya kepada sesama manusia tetapi juga kepada tuhan.
Mengingat betapa luas dan kompleksitasnya risalah Islamiyah maka sebenarnya yang dimaksud dengan pengertian pendidikan Islam ialah: “Segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya manusia yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam.”
Dalam term yang lebih luas, pengertian pendidikan agama Islam ialah “usaha yang lebih khusus ditekankan untuk mengembangkan fitrah keberagaman (religiousitas) subyek didik agar lebih mampu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.”
A. Fungsi Pendidikan Islam
Dari pengertian pendidikan Islam di atas fungsi pendidikan Islam dapat berarti memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumber daya manusia menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) yakni manusia berkualitas sesuai dengan pandangan Islam.
Ditinjau dari segi antropologi budaya dan sosiologi, fungsi pendidikan yang pertama ialah menumbuhkan wawasan yang tepat mengenai manusia dan alam sekitarnya, sehingga dengan demikian dimungkinkan tumbuhnya kemampuan membaca (analisis), kreativitas dalam memajukan hidup dan kedidupannya dan membangun lingkungannya.
Dari kajian antropologi dan sosiologi secara sekilas diatas dapat kita ketahui adanya tiga fungsi pendidikan;
1. Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya, sehingga dengannya akan timbul kemampuan membaca (analisis), akan mengembangkan kreativitas dan produkstivitas.
2. Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannya sehingga keberdaannya, baik secara individual maupun sosial, lebih bermakna.
3. Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan hidup individu maupun sosial.
Apabila dari kajian antropologi dan sosiologi tersebut dikembalikan pada sudut pandang Al-Qr’an sebagai sumber utama pendidikan Islam, maka fungsi pertama dan terutama pendidikan Islam adalah memberikan kemampuan membaa (iqra’) pada peserta didik.
Dengan menegembalikan kajian antropologi dan sosiologi ke dalam perspektif al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan Islam ialah :
1. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar mengenai jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumguh kemampuan membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta memahami hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dengan kemampuan ini akan menumbuhkan kreativitas dan produktivitas sebagai implementasi identifikasi diri pada tuhan “pencipta”.
2. Membebaskan manusia dari segala anasir yang dapat merendahkan martabat manusia (fitrah manusia), baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar.
3. Mengembangkan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.
5.      Pengertian Pondok Pesantren
a.       Pesantren atau Pondok adalah lembaga pendidikan Islam, yang didalamnya terdapat seorang kiyai(pendidik) yang mengajar dan mendididk para santri( peserta didik) dengan sarana Masjid yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan tersebut, serta dukungan adanya pemondokan atau asrama sebagai tempat tinggal para santri.[1]
b.      Pesantren merupakan kerangka sistem pendidikan Islam tradisional di Pulau Jawa dan Madura.[2]..
c.       C.C.Berg berpendapat bahwa pesantren berasal dan kata pe-shastri-an yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu.[3]
d.      M.C Cahil dalam tulisannya "Islamic Education in Indonesia: Learning by Doing" memberi pengertian pesantren is an institution where the Moslem learn the value and practice of social involvent.
e.       Nurcholish Madjid, dalam buku "Bilik-bilik Pesantren" meyebutkan, pesantren adalah bentuk pendidikan Islam di Indonesia yang telah berakar sejak berabad-abad silam. Ia menilai, pesantren mengandung makna ke-Islam-an sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia.
f.       Imam Zarkasyi : Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan system asrama atau pondok, dimana kiyai sebagai figure sentralnya, masjid atau pondok sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kiyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya[4]
Jadi maksud istilah pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan dan pengembangan agama Islam di Indonesia, dengan ciri utamanya adalah:
1.      Pesantren harus berbentuk asrama ( full residential Islamic boarding school)
2.      Kiyai sebagai sentral figure ( uswah hasanah), sebagai guru (mua’allim) sebagai pendidik ( murabbi)
3.      Masjid sebagai pusat kegiatan
4.      Materi ajar kitab kuning (turas) dan kitab lainya

BAB II
FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN
A. PENGERTIAN FITRAH
Fitrah berasal dari kata fathara yang sepadan dengan kata khalaqa dan ansyaayang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansyaa digunakan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan pengertian mencipta sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar (blue print) yang perlu penyempurnaan.
B. FITRAH MANUSIA
Konsep fitrah manusia yang mengandung pengertian pola dasar kejadian manusia dapat dijelaskan dengan meninjau: (1) Hakekat wujud manusia, (2) Tujuan penciptaannya, (3) Sumber Daya Insani (SDM), (4) Citra manusia dalam islam.
Dari hakekat wujudnya sebagai makhluk individu dan sosial dapat disimpulkan bahwa menurut pandangan islam keberadaan pribadi seseorang adalah:
1. Pribadi yang aktivistik karena tanpa aktivitas dalam masyarakat berarti adanya sama dengan tidak ada (wujuduhu ka ‘adamihi), artinya hanya dengan aktivitas, manusia baru diketahui bagaimana pribadinya.
2. Pribadi yang bertanggung jawab secara luas, baik terhadap dirinya, terhadap lingkungannya, maupun terhadap tuhan.
3. Dengan kesimpulan di atas mengeinplisitkan adanya pandangan rekonstruksionisme (rekonstruksi sosial) dalam pendidikan islam melalui individualisasi dan sosialisasi.
1. Tujuan Penciptaan
a. Tujuan utama penciptaan manusia ialah agar manusia beribadah kepada Allah. (Q.S. Az-Zahriyah: 56).
b. Manusia dicipta untuk diperankan sebagai wakil Tuhan di muka bumi. (Q.S. Al-Baqarah: 30, Yunus 14, Al-An’am: 165).
c. Manusia dicipta untuk membentuk masyarakat manusia yang saling kenal-mengenal, hormat menghormati dan tolong-menolong antara satu dengan yang lain (Q.S. Al-Hujurat: 13), tujuan penciptaan yang ketiga ini menegaskan perlunya tanggung jawab bersama dalam menciptakan tatanan kehidupan dunia yang damai.
2. Sumber Daya Manusia
Esensi SDM yang membedakan dengan potensi-potensi yang diberikan kepada makhluk lainnya dan memang sangat tinggi nilainya ialah “kebebasan” dan “hidayah Allah”, yang sesungguhnya inheren dalam fitrah manusia.
3. Citra manusia dalam Islam.
Berdasarkan uraian tentang fitrah manusia ditinjau dari hakekat wujudnya, tujuan penciptaannya dan sumber daya insaninya, tergambar secara jelas bagaimana citra manusia menurut pandangan islam:
a. Islam berwawasan optimistik tentang manusia dan sama menolak sama sekali anggapan pesimistik dari sementara filosof eksistensialis yang menganggap manusia sebagai makhluk yang terdampar dan terlantar dalam hidup dan harus bertanggung jawab sendiri sepenuhnya atas eksistensinya.
b. Perjuangan hidup manusia bukan sekedar trial and error belaka tetapi sudah mempunyai arah dan tujuan hidup yang jelas dan yang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Bijaksana. Untuk mencapainya manuia telah diberi pedoman serta kemampuan, yakni akal dan agama.
c. Manusia makhluk yang paling mampu bertanggung jawab karena dikaruniai seperangkat alat untuk dapat bertanggung jawab yaitu kebebasan berpikir berkehendak, dan berbuat.
C. Implikasi Fitrah Manusia Dalam Pendidikan
1. Pemberian stimulus dan pendidikan demokratis
Manusia ditinjau dari segi fisik-biologis mungkin boleh dikatakan sudah selesai, “Physically and biologically is finished”, tetapi dari segi rohani, spiritual dan moral memang belum selesai, “morally is unfinished”.
Manusia tidak dapat dipandang sebagai makhluk yang reaktif, melainkan responsif, sehingga ia menjadi makhluk yang responsible (bertanggung jawab). Oleh karena itu pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan yang memberikan stimulus dan dilaksanakan secara demokratis.
2. Kebijakan pendidikan perlu pertimbangan empiris.
Dengan bantuan kajian psikologik, implikasi fitrah manusia dalam pendidikan islam dapat disimpulkan bahwa jasa pendidikan dapat diharapkan sejauh menyangkutdevelopment dan becoming sesuai dengan citra manusia menurut pandangan islam.
3. Konsep fitrah dan aliran konvergensi
Dari satu sisi, aliran konvergensi dekat dengan konsep fitrah walaupun tidak sama karena perbedaan paradigmanya. Adapun kedekatannya:
Pertama: Islam menegaskan bahwa manusia mempunyai bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan,
Kedua: Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berarti bagi kehidupan manusia sebelum dikembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
Namun demikian, dalam Islam, faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku sehingga tidak bisa dipengaruhi. Ia bahkan dapat dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Karenanya, lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ini berarti bahwa fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensial.
BAB III
DASAR DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Dasar pendidikan adalah pandangan hidup yang melandasi seluruh aktifitas pendidikan, sedangkan tujuan pendidikan adalah apa yang akan dicapai melalui pendidikan.
A. DASAR PENDIDIKAN ISLAM
Islam sebagai pandangan hidup yang berlandaskan nilai-nilai ilahiyah, baik yang termuat dalam Al-Qur’an maupun Sunnah Rasul diyakini mengandung kebenaran mutlak yang bersifat transedental, universal dan eternal (abadi), sehingga akidah diyakini oleh pemeluknya akan selalu sesuai dengan fitrah manusia, artinya memenuhi kebutuhan manusia kapan dan dimanapun (likulli zamanin wa makanin).
Dengan demikian, karena pendidikan Islam adalah upaya normatif yang berfungsi untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia, maka harus didasarkan pada nilai-nilai tersebut di atas baik dalam menyusun teori maupun praktik pendidikan.
Dasar pendidikan Islam adalah yang tergolong intrinsik, fundamental, dan memiliki posisi paling tinggi adalah tauhid karena merupakan seluruh fondasi seluruh bangunan ajaran Islam.
Pandangan hidup tauhid bukan sekedar pengakuan akan keesaan Allah, tetapi juga meyakini kesatuan penciptaan (unity of creation), kesatuan kemanusiaan (unity of mankind), kesatuan tuntunan hidup (unity of guidance), dan kesatuan tujuan dari kesatuan hidup (unity of Godhead).
Dengan dasar tauhid ini, tampak jelas bahwa pendidikan Islam berlandaskan pandangan teosentrisme (berpusat pada Tuhan).
Perlu juga dijelaskan bahwa pandangan hidup yang melandasi pendidikan Islam merupakan perpaduan antara teosentrisme dan humanisme, sehingga terbentuklah istilah humanisme-teosentris.
Karena pendidikan Islam juga berlandaskan humanisme, maka nilai-nilai fundamental yang secara universal dan obyektif merupakan kebutuhan manusia perlu dikemukakan sebagai dasar pendidikan Islam, walaupun posisinya dalam konteks tauhid sebagai nilai instrumental. Nilai-nilai yang dimaksud meliputi kemanusiaan, kesatuan umat manusia, keseimbangan, dan rahmat bagi seluruh alam. (rahmatan li- al-‘alamin).
B. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
1. Konsep Tujuan Pendidikan Islam.
Menurut Sikun Pribadi, tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan, dan saripati dari seluruh renungan pedagogik. Dengan demikian, tujuan pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan jalannya pendidikan sehingga perlu dirumuskan sebaik-baiknya sebelum semua kegiatan pendidikan dilaksanakan.
Suatu rumusan tujuan akan tepat apabila sesuai dengan fungsinya. Oleh karena itu perlu ditegaskan fungsi dari pendidikan itu sendiri. Di antara para ahli didik ada yang berpendapat bahwa fungsi tujuan pendidikan ada tiga yang kesemuanya bersifat normatif:
a. Memberikan arah bagi proses pendidikan. Sebelum kita menyusun kurikulum, perencanaan pendidikan dan berbagai aktivitas pendidikan, langkah yang harus dilakukan pertama kali ialah merumuskan tujuan pendidikan. Tanpa kejelasan tujuan, seluruh aktivitas pendidikan akan kehilangan arah, kacau bahkan menemui kegagalan.
b. Memberikan motivasi dalam aktivitas pendidikan karena pada dasarnya tujuan pendidikan merupakan nilai-nilai yang ingin dicapai dsan diinternalisasikan pada anak atau subjek didik.
Tujuan pendidikan merupakan kriteria atau ukuran dalam evaluasi pendidikan. Menurut Omar Muhammad Attoumy Asy-Syaebani, tujuan pendidikan Islam memiliki empat ciri pokok
a. Sifat yang bercorak agama dan akhlak.
b. Sifat kemenyeluruhannya yang mencakup segala aspek pribadi pelajar (subjek didik), dan semua aspek perkembangan dalam masyarakat.
c. Sifat keseimbangan, kejelasan, tidak adanya pertentangan antara unsur-unsur dan cara pelaksanaannya.
d. Sifat realistik dan dapat dilaksanakan, penekanan pada perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku dan pada kehidupan, memperhitungkan perbedaan-perbedaan perseorangan diantara individu, masyarakat dan kebudayaan dimana-mana dan kesanggupannya untuk berubah dan berkembang bila diperlukan.
2. Pembagian dan Pentahapan Tujuan Pendidikan
Berdasarkan catatan diatas, dapat dikemukakan pentahapan sebagai berikut:
a. Tujuan tertinggi dan terakhir.
b. Tujuan umum
c. Tujuan khusus
a) Tujuan Tertinggi / Terakhir
Tujuan tertinggi dan terakhir ini pada dasarnya sesuai dengan tujuan hidup dan peranannya sebagai ciptaan Allah, yaitu:
1) Menjadi hamba Allah yang bertaqwa
2) Mengantarkan subjek didik menjadi khalifatullah fil ard (wakil Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan alam sekitarnya).
3) Memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai akhirat.
b) Tujuan umum pendidikan Islam.
Berbeda dengan tujuan tertinggi yang lebih mengutamakan pendekatan filososif, tujuan umum lebih bersifat empirik dan realistik. Tujuan umum berfungsi sebagai arah yang taraf pencapaiannya dapat diukur karena menyangkut perubahan sikap, perilaku dan kepribadian subjek didik, sehingga mampu menghadirkan dirinya sebagai sebuah pribadi yang utuh. Itulah yang disebut aktualisasi diri (self-realization).
Pendekatan empiris dikembalikan pada pendekatan Qurani. Dalam hal ini, Muhammad Fadil Al-Jamali mengemukakan tujuan pendidikan dalam perspektif qur’ani tersebut sebagai berikut:
a) Mengenalkan manusia akan peranannya diantara makhluk dan tanggung jawab pribadinya dalam hidup.
b) Mengenalkan manusia akan hubungannya dengan lingkungan sosialnya dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat.
c) Mengenalkan manusia dengan alam ini dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptanya dan serta memberikan kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaatnya.
d) Mengenalkan manusia dengan pencipta alam (Allah) dan memerintahkan beribadah kepada-Nya.
Keempat tujuan tersebut merupakan satu rangkaian atau satu kesatuan, tetapi tujuan pertama sampai dengan ketiga merupakan sarana untuk mencapai tujuan keempat yaitu ma’rifatullah dan taat beribadah kepadanya.
c) Tujuan khusus pendidikan Islam
Tujuan khusus ialah pengkhususan atau operasionalisasi tujuan tertinggi, terakhir dan tujuan umum pendidikan Islam. Tujuan khusus bersifat relatif sehingga dimungkinkan untuk diadakan perubahan dimana perlu sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan, selama tetap berpijak pada kerangka tertinggi, terakhir dan umum itu. Pengkhususan tersebut dapat didasarkan pada :
- Kultur dan cita-cita suatu bangsa dimana pendidikan itu diselenggarakan;
- Minat, bakat, dan kesanggupan subjek didik; dan
- Tuntunan situasi, kondisi pada kurun waktu tertentu.
BAB IV
ISI PENDIDIKAN ISLAM
A. NILAI SEBAGAI PENDIDIKAN ISLAM.
Islam memandang adanya nilai mutlak dan nilai intrinsik yang berfungsi sebagai pusat dan muara semua nilai. Nilai tersebut adalah tauhid (uluhiyah dan rububiyah) yang merupakan tujuan (ghayah) semua aktifitas hidup muslim. Semua nilai-nilai lain yang termasuk amal shalih dalam Islam merupakan nilai instrumental yang berfungsi sebagai alat dan prasyarat untuk meraih nilai instrumental yang berfungsi sebagai alat dan prasyarat untuk meraih nilai tauhid.
Dalam menjabarkan konsep nilai baik dasar maupun instrumental sebagai bagian dari pengembangan kurikulum pendidikan Islam, dapat dielaborasi dari:
Nilai-nilai yang banyak disebutkan secara eksplisit dalam Al Quran dan Hadits yang semuanya terangkum dalam ajaran akhlak yang meliputi akhlak dalam hubungannya dengan Allah, dengan diri sendiri, dengan sesama manusia, dengan alam dan makhluk lainnya.
Nilai-nilai universal yang diakui adanya dan dibutuhkan oleh seluruh umat manusia karena hakekatnya sesuai dengan fitrah seperti cinta damai, menghargai hak asasi manusia, keadilan, demokrasi, kepedulian sosial dan kemampuan.
Dengan uraian diatas menegaskan bahwa nilai-nilai keutamaan (akhlak) merupakan pendidikan yang sangat pentingdalam pendidikan Islam.
B. ILMU PENGETAHUAN SEBAGAI ISI PENDIDIKAN ISLAM
Ilmu yang telah digelar oleh Allah lewat ayat-ayat Nya (qauliyah dan kauniyah) , memang dipersiapkan oleh Allah sebagai fitrah manusia, artinya memenuhi dorongan asasi manusia yaitu keingintahuan (curiosity) terhadap segala sesuatu (realita). Menurut Ibnu Khaldun ilmu pengetahuan dan pembelajaran adalah Tabi’i (pembawaan) manusia karena adanya kesanggupan berfikir. Secara teologis, mencari dsan mengembangkan ilmu pengetahuan yang merupakan implementasi fitrah keingintahuan itu pada hakekatnya proses identifikasi diri dengan asma’al-husna “al-‘Alimu” (Allah Yang Maha Tahu). Dengan identifikasi diri tersebut berarti manusia telah mempersiapkan dirinya untuk menunaikan amanah kekhalifahannya.


[1] Muhammad Faturrahman,Sulistyorini.Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Islam, Teras Jakarta. 2012 hal:235 dan 342.
[2] Jaki iskandar:http.       
[3] Zamakhsary Dhofier, Tradisi Pesantren:Studi Pandangan Kyai(Jakarta:LP3ES,1994)hal 18.
[4] Gontor,Biografi K.H. Imam Zarkasyi dari Gontor merintis pesantren modern(ponorogo,Gontor press,1996),55

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PASAMBAHAN MAKAN BUKITTINGGI

PIdato Pendek " Man Jadda Wajada "

Doa harian muslim