Sholat Kusuf( gerhana matahari
Gerhana
Matahari dan Gerhana Bulan
Shalat gerhana dalam bahasa arab sering disebut dengan
istilah khusuf ( الخسوف )
dan juga kusuf ( الكسوف ) sekaligus. Secara bahasa, kedua
istilah itu sebenarnya punya makna yang sama. Shalat gerhana matahari dan
gerhana bulan sama-sama disebut dengan kusuf dan juga khusufsekaligus.
Namun masyhur juga di kalangan ulama penggunaan istilah khusuf
untuk gerhana bulan dan kusuf untuk gerhana matahari. (Al Fiqhul Islami
wa Adillatuhu oleh Dr. Wahbah
Az-Zuhaili jilid 2 halaman 1421)
Kusuf adalah peristiwa dimana sinar matahari
menghilang baik sebagian atau total pada siang hari karena terhalang oleh bulan
yang melintas antara bumi dan matahari.
Khusuf adalah peristiwa dimana cahaya bulan
menghilang baik sebagian atau total pada malam hari karena terhalang oleh
bayangan bumi karena posisi bulan yang berada di balik bumi dan matahari.
A. Pensyariatan Shalat
Gerhana
Shalat gerhana adalah shalat sunnah muakkadah yang ditetapkan
dalam syariat Islam sebagaimana para ulama telah menyepakatinya.Dalilnya adalah
firman Allah SWT. :
وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا
تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ
إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Dan dari sebagian
tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang serta adanya matahari dan bulan.
Janganla kamu sujud kepada matahari atau bulan tetapi sujudlah kepada Allah
Yang Menciptakan keduanya. “ (QS. Fushshilat: 37)
Maksud dari perintah Allah SWT untuk bersujud kepada Yang Menciptakan matahari dan bulan
adalah perintah untuk mengerjakan shalat gerhana matahari dan gerhana
bulan.Selain itu juga Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لاَ
يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا،
فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِيَ
“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah sebuah tanda dari
tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Keduanya tidak menjadi gerhana disebabkan kematian seseorang
atau kelahirannya. Bila kalian mendapati gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah
hingga selesai fenomena itu.” (HR. Bukhari no.
1043, Muslim no. 915)
Shalat gerhana
disyariatkan kepada siapa saja, baik dalam keadaan muqim di negerinya atau
dalam keadaan safar, baik untuk laki-laki atau untuk perempuan. Atau diperintahkan kepada orang-orang yang
wajib melakukan shalat Jumat. Namun meski demikian, kedudukan shalat ini tidak
sampai kepada derajat wajib, sebab dalam hadits lain disebutkan bahwa tidak ada
kewajiban selain shalat 5 waktu semata.
B. Pelaksanaan Shalat
Gerhana
Shalat gerhana matahari dan bulan dikerjakan dengan cara
berjamaah, sebab dahulu Rasulullah SAW. mengerjakannya dengan berjamaah di masjid. Shalat gerhana
secara berjamaah dilandasi oleh hadits Aisyah ra.
Shalat gerhana dilakukan tanpa didahului dengan azan atau
iqamat. Yang disunnahkan hanyalah panggilan shalat dengan lafaz “Ash Shalatu
Jamiah“. Dalilnya adalah hadits
berikut: Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW. mengutus orang yang memanggil shalat
dengan lafaz: Ash shalatu jamiah”. (HR. Muttafaqun alaihi).
Namun shalat ini boleh juga dilakukan dengan
sirr (merendahkan suara) maupun dengan jahr (mengeraskannya).
Juga disunnahkan untuk mandi sunnah sebelum
melakukan shalat gerhana, sebab shalat ini disunnahkan untuk dikerjakan dengan
berjamaah
Shalat ini juga dilakukan dengan khutbah menurut
pendapat Asy Syafi`i. Khutbahnya seperti layaknya khutbah Idul Fithri dan Idul Adha
dan juga khutbah Jumat.
Dalilnya adalah hadits
Aisyah ra. berkata,”Sesungguhnya ketika Nabi SAW selesai dari shalatnya, beliau
berdiri dan berkhutbah di hadapan manusia dengan memuji Allah, kemudian
bersabda,”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah
sebuah tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Keduanya tidak menjadi
gerhana disebabkan kematian seseorang atau kelahirannya. Bila kalian mendapati
gerhana, maka lakukanlah shalat dan berdoalah hingga selesai fenomena itu.”
(HR. Muttafaqun ‘alaih)
Dalam khutbah itu Rasulullah SAW menganjurkan untuk bertaubatdari dosa
serta untuk mengerjakan kebajikan dengan bersedekah, doa dan istighfar (minta
ampun).
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa dalam shalat ini
disunnahkan untuk diberikan peringatan (al-wa`zh) kepada para jamaah yang hadir
setelah shalat, namun bukan berbentuk khutbah formal di mimbar. Al-Hanafiyah
dan Al-Hanabilah juga tidak mengatakan bahwa dalam shalat gerhana ada khutbah,
sebab pembicaraan nabi SAW setelah shalat dianggap oleh mereka sekedar memberikan
penjelasan tentang hal itu.
C. Tata Cara Teknis
Shalat Gerhana
Shalat gerhana dilakukan sebanyak 2 rakaat.Masing-masing rakaat
dilakukan dengan 2 kali berdiri, 2 kali membaca qiraah surat Al-Quran, 2 ruku`
dan 2 sujud.
Dalil yang melandasi hal
tersebut adalah: Dari Abdullah bin Amru berkata, “Tatkala terjadi gerhana
matahari pada masa nabi SAW., orang-orang diserukan untuk shalat “As-shalatu
jamiah”. Nabi melakukan 2 ruku` dalam satu rakaat kemudian berdiri
dan kembali melakukan 2 ruku` untuk rakaat yang kedua. Kemudian matahari kembali nampak. .
Aisyah ra. berkata,”Belum pernah aku sujud dan
ruku` yang lebih panjang dari ini.” (HR. Muttafaqun alaihi)
Lebih utama bila pada rakaat pertama pada berdiri yang pertama
setelah Al-Fatihah dibaca surat seperti Al Baqarah dalam panjangnya. Sedangkan
berdiri yang kedua masih pada rakaat pertamadibaca surat dengan kadar sekitar
200-an ayat, seperti Ali Imran. Sedangkan pada rakaat kedua pada berdiri yang
pertama dibaca surat yang panjangnya sekitar 250-an ayat, seperti An-Nisa. Dan
pada berdiri yang kedua dianjurkan membaca ayat yang panjangnya sekitar 150-an
ayat seperti Al-Maidah.
Disunnahkan untuk memanjangkan ruku` dan sujud dengan bertasbih
kepada Allah SWT, baik pada 2 rukuk dan sujud rakaat pertama
maupun pada 2 ruku` dan sujud pada rakaat kedua.
Yang dimaksud dengan panjang disini memang sangat panjang, sebab
bila dikadarkan dengan ukuran bacaan ayat Al-Quran, bisa dibandingkan dengan
membaca 100, 80, 70 dan 50 ayat surat Al-Baqarah. Panjang rukuk dan sujud
pertama pada rakaat pertama seputar 100 ayat surat Al-Baqarah, pada ruku` dan
sujud kedua dari rakaat pertama seputar 80 ayat surat Al-Baqarah. Dan seputar
70 ayat untuk rukuk dan sujud pertama dari rakaat kedua. Dan sujud dan rukuk
terakhir sekadar 50 ayat.
Dalilnya adalah hadits shahih yang keshahihannya telah disepakati
oleh para ulama hadits.
Dari Ibnu Abbas ra. berkata,”Terjadi gerhana matahari dan Rasulullah SAW. melakukan shalat gerhana. Beliau beridri
sangat panjang sekira membaca surat Al-Baqarah. Kemudian beliau ruku` sangat
panjang lalu berdiri lagi dengan sangat panjang namun sedikit lebih pendek dari
yang pertama. Lalu ruku` lagi tapi sedikit lebih pendek dari ruku` yang
pertama. Kemudian beliau sujud. Lalu beliau berdiri lagi dengan sangat panjang
namun sidikit lebih pendek dari yang pertama, kemudian ruku` panjang namun
sedikit lebih pendek dari sebelumnya…. (HR.
Bukhari no. 1052, Muslim no. 907)
Komentar
Posting Komentar