Falsasafah adat minang kabau

UU adat Minang Kabau " ADAIK BASANDI ALUE JO PATUIK,,,ALAM TAKAMBANG JADI GURU. menjadi ADAIK BASANDI SYARA, SYARA BASANDI KITABBULLAH, SYARA MANGATO ADAIK MAMAKAI, SYARA NAN KAWI ADAIK NAN LAZIM.

RANAH MINANG NAN DICINTO (RMND)
BismillahirrahmanirrahiimPado bulan sya’ban tahun 804 H (Maret tahun 1403 M) Yang Dipertuan Maharaja Diraja Minangkabau Tuangku Maharajo Sakti keturunan keempat Adityawarman barsamo Pamuncak adat Dt Bandaro Putiah di Sungai Tarab mengundang seluruh pemuka agama, pemuka adat dan ilmuwan umum di seluruh wilayah Dataran tinggi tiga gunung Merapi Singgalang dan Sago yang juga disebut wilayah luak nan tigo mengadokan pertemuan permusyawaratan menyatukan pendapat mengatur masyarakat di wilayah Kerajaan Minangkabau ini di atas bukit Marapalam..

Dalam pembukaan Tuangku Maharajo Sakti menyampaikan, sudah waktunyo kito sebagai pemuka wilayah inti kerajaan Minangkabau memikirkan kesatuan dan kemajuan kerajaan Minangkabau.. Marilah kita bersama-sama memikirkan hal itu... Semua yang hadir bersepakat.
Tuangku Maharajo Sakti melemparkan pertanyaan mengenai pedoman apa yang dapat menjadi dasar hukum Kerajaan Minangkabau..

Dari Kelompok adat, dan dari Kaum Tua mengusulkan agar tetap berpedoman pada adat yang telah lama diterapkan, yaitu ADAIK BASANDI ALUE JO PATUIK,,,ALAM TAKAMBANG JADI GURU.
Dari Kelompok Penguasa Militer yang kebanyakan berasal dari Jawa menyampaikan bahwa mereka mengikuti suara yang terbanyak..

Dari Kelompok Umat Islam mengusulkankan agar diterapkan ADAIK BASANDI SYARA, SYARA BASANDI KITABBULLAH, SYARA MANGATO ADAIK MAMAKAI, SYARA NAN KAWI ADAIK NAN LAZIM.
Selanjutnyo dari kelompok umat Islam juga mengusulkan agar sistem pemerintahanBADAULATNYO UMAIK (demokrasi) system TIGAISME (trilogy).. Minangkabau diperintah oleh 3 (tiga) Lembaga Raja yang terhormat RAJO NAN TIGO SELO, yaitu Limbago Rajo Alam di Pagaruyuang, Limbago (Lembaga) Rajo Ibadat di Sumpur kudus dan Limbago Rajo Adat di Buo. Masing-masing Limbago Rajo merupakan limbago Ilmuwan (tenaga ahli) dipimpin oleh seorang rajo.. Pimpinan umum disebut Sultan rajo Alam dipanggilkan Sulthan.. Tugas rajo nan tigo selo ialah menjelaskan dan menyempurnakan keputusan Marapalam.. Keputusan Marapalam dengan penyempurnaan dan penjelasannya disebut UNDANG ADAIK MINANGKABAU.. Selain itu rajo nan tigo selo menetapkan aturan pelaksanaan dan aturan yang belum ada dan diperlukan oleh masyarakat Minangkabau..
Sebagaimana telah diberlakukan lama, Minangkabau itu dibagi atas Minangkabau inti (al Biththah) dan Minangkabau rantau (Minangkabau az Zawahir).. Minangkabau al Biththah meliputi wilayah Dataran tiga gunung (tria arga), gunung Singgalang, gunung Marapi dan gunung Sago yang disebut Luak Nan Tigo, yaitu luak Tanah Data, Luak Agam, Luak 50 Koto.. Daerah di luar itu disebut Minangkabau rantau (az zawahir).. Di Minangkabau inti (Luak Nan Tigo) raja-raja Minangkabau tidak memerintah langsung (tidak memungut pajak), tapi hanya mengatur dan menjaga tidak ada peperangan di dalamnya.. Raja Minangkabau memerintah di rantau dengan mengirimkan perwakilan-perwakilan. Minangkabau inti menjadi pendukung Sulthan memerintah ke rantau..
Undang adat Minangkabau ditulis dalam rangkap sembilan yang sama.. 3 rangkap masing-masing dipegang oleh Rajo Nan Tigo Selo, 1 rangkap dipegang oleh Tuanku Bosa Tanjuang Alam serta 4 rangkap dipegang masing-masing oleh Basa 4 balai, dan 1 rangkap dipegang oleh Tuan Gadang. Barang siapa yang ingin menyalin dapat menyalinnya dari salah satu yang sembilan itu.. Dalam salinan itu disebutkan siapa yang menyalinnya dan dari undang adat yang mana dia salin.. Begitulah buku undang adat itu sampai ke nagari-nagari. Tapi pada kenyataanya kita belum pernah mendapatkan yang asli tersebut.
Hasil kesepakatan di bukit Marapalam tersebut disebut "Bai'ah Marapalam".
BAI’AH MARAPALAM ATAU UNDANG ADAT MINANGKABAU..Disadur dari berbagai sumber. Terimakasih semoga bermanfaat buat kita orang Minangkabau.

Sumpah Satie Bukik Marapalam

Puncak Pato, tempat kesepakatan Sumpah Satie Bukik Marapalam. (Foto: puteriamirillis.blogspot.com)
SEBAGIAN pembaca Cerita Pagi tentu pernah mendengar istilah "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah". Apa hubungannya dengan Sumpah Satie Bukik Marapalam?

Ya, istilah atau bisa disebut falsafah yang bermakna adat bersendi agama Islam, Islam bersendikan Alquran itu adalah sebuah kesepakatan di kalangan kaum adat dan kaum agama di Minangkabau yang merupakan substansi dari Sumpah Satie Bukik Marapalam.

Kata Satie ada yang mengartikan setia, sejati, atau sakti. Lantas, di mana sumpah setia itu diucapkan atau disepakati?

Dikutip dari masoedabidin.com, sebagian besar masyarakat Minang meyakini perjanjian Sumpah Satie Bukik Marapalam itu terjadi di puncak Bukit Marapalam. 

Nama bukit itu awalnya sebuah istilah, berdasarkan folklor berasal dari kata "Merapatkan Alam" yaitu merapat atau terhubung dengan alam Luhak nan Tigo. Puncak bukit tertinggi di Kabupaten Tanah Datar berada di puncak Bukit Marapalam, dinamakan Puncak Pato. Nama itu berasal dari istilah fakto atau pakta (puncak untuk membuat perjanjian). 

Memang, ada beberapa versi terkait waktu terjadinya Sumpah Satie Bukik Marapalam. Namun, falsafah "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah" bisa disebut sebagai subtansi dari Sumpah Satie Bukik Marapalam tersebut.

Pemerhati sejarah yang juga Dosen STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Fikrul Hanif Sufyan mengatakan, jika bicara masalah "Adat Basandi Syara', Syara' Basandi Kitabullah", benang merah historisnya sudah ada sejak beberapa abad silam. Kisah ini memang digoreskan dalam tinta emas lembaran sejarah Minangkabau. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PASAMBAHAN MAKAN BUKITTINGGI

PIdato Pendek " Man Jadda Wajada "

Peradaban Islam Periode Rasulullah di Madinah (622 – 632 M)